Sabtu, 02 Februari 2008

Analisis Instruksional

Analisis Instruksional
Setelah memahami istilah-istilah yang berkenaan dengan analisis in­struksional, berikut akan diuraikan mengenai konsep dan definisi analisis instruksional. Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan analisis instruksional ?
a. Analisis instruksional adalah suatu prosedur, yang apabila diterapkan pada suatu tujuan instruksional, akan menghasiikan suatu identifikasi kemampuan-kemampuan bawahan (sub ordinate skills) yang diperlu­kan bagi siswa untuk mencapai tujuan instruksional (Dick & Carey)
b. Analisis instruksional adalah suatu alat yang dipakai oleh para penyusu­n disain instruksional atau guru untuk membantu mereka di dalam mengidentifikasi setiap tugas pokok yang harus dikuasai/dilaksanaan oleh siswa dan sub tugas atau tugas dasar yang membantu siswa dalam menyelesaikan tugas pokok (Esseff, P.J.
Dari dua definisi tersebut dapat kita lihat "sub ordinate skills" itu sendiri sebenarnya bisa jadi tidaklah sangat penting sebagai hasil belajar, namun diperlukan, dalam arti harus dikuasai agar siswa dapat mempelajari ketrampilan (skill) yang lebih tinggi. Penguasaan "sub skill" tersebut akan memberikan transfer yang positif untuk mempelajari keterampilan yang lebih tinggi.
Jelas kiranya bahwa dengan pendekatan baru ini, bilamana menyu­sun, disain instruksional secara sistematis, maka dalam menentukan pelajaran (content lesson) yang akan dimasukkan di dalam suatu pengajaran, tidak mesti harus mengambil atau mengikuti suatu teks atau suatu artikel tertentu.
Tapi yang penting terlebih dulu perlu diperhatikan ialah kemampuan yang harus diajarkan, agar siswa dapat mencapai tujuan instruksional ­secara efisien.

Kegunaan Analisis Instruksional
Dengan memperhatikan uraian tersebut di atas, dapat dikemukakan kegunaan analisis instruksional sebagai berikut: a. Membantu bantu para guru/pendidik maupun penyusun disain instruksional untuk mengorganisir tugas-tugas pokok dalam hubungannya dengan subtugas yang harus dipelajari siswa. Pengorganisasiannya adalah sedemikian, sehingga merupakan urutan logis sesuai dengan keadaan sebenarnya manakala tugas tersebut dilaksanakan.Proses ini akan memberikan gambaran yang jelas bagi siswa mengenai yang diharapkan dapat dikerjakan setelah selesai mengikuti suatu pelajaran. b. Membantu para guru di dalam menganalisis tingkah laku (behavior) berkenaan dengan masing-masing tugas pokok maupun subtugas. Dengan cara demikian, semua pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk melaksanakan setiap tugas pokok dapat diidentifikasikan.
c. Membantu para penyusun disain instruksional dan para guru/pen­didik untuk memperkirakan waktu yang diperlukan untuk belajar, sehingga siswa dapat melaksanakan suatu tugas dengan baik.
Metode & Prosedur Analisis Instruksional
Di dalam uraian berikut digunakan istilah metode dan prosedur. Istilah "metode" lebih menggambarkan pada teknik atau langkah-lang­kah, sedang istilah "prosedur" lebih ditekankan pada "pendekatan" di dalam melaksanakan analisis instruksional.
a. Metode Analisis Instruksional.
Seperti dikatakan di atas, istilah metode dipergunakan untuk menjelaskan teknik serta langkah-langkah di dalam melaksanakan analisis instruksional. Menurut Mage; langkah-langkah di dalam analisis istruksional dapat dibedakan dua macam:
(a) Langkah pertama ialah menuliskan semua tugas-tugas yang harus dilaksanakan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
(b) Langkah kedua ialah menyusun, daftar tugas secara mendetail dan urut sesuai dengan urutan senyatanya manakala tugas itu dilaksanakan.
Apa yang dikemukakan oleh Mager tersebut menunjukkan, bahwa pada langkah pertama belum diperhatikan urutan bagaimana melak­sanakan tugas-tugas tersebut. Sedang pada langkah kedua, di samping memerinci sampai pada tugas yang sekecil-kecilnya agar tak ada yang terlewatkan, juga memperhatikan urutan bagaimana tugas tersebut dilaksanakan. Ell; lebih memerinci di dalam menjelaskan metode analisis instruksional sebagai berikut:
(a) Identifikasi tugas-tugas pokok dan hubunganriya dengan subtugas.
(b) Mengurutkan tugas-tugas sesuai dengan urutan, manakala tugas
(c) tersebut dilaksanakan dalam keadaan senyatanya.
(d) Identifikasi tingkah laku (behavior) yang diperlukan untuk melak­ sanakan setiap tugas.
(e) Memperkirakan waktu yang diperlukan untuk mempelajari setiap tugas.
Uraian secara terperinci serta contoh-contoh untuk masing-masing langkah tersebut adalah sebagai berikut
a) Identifikasi Tugas-tugas Pokok dan hubungannya dengan Sub-sub tugas.
Cara yang efektif untuk menentukan tugas-tugas pokok (majo tasks) adalah dengan cara menuliskan semua tugas yang berkenaan dengan masing-masing bidang tertentu yang harus dicapai. Kita bisa mulai dengan menanyakan kepada diri sendiri. "Apa ­yang saya inginkan siswa dapat melakukan sesuatu setelah ia selesai mempelajari suatu unit pelajaran" ? Seberapa banyak daftar tugas tersebut, tergantung dari luasnya bidang yang dianalisis, misalnya apakah kita ingin menyusun suatu pogram studi untuk suatu jurusan pada suatu fakultas, suatu pro­gram training, atau suatu mata kuliah, atau bahkan suatu unit pel­ajaran. Sebagai contoh, di sini kita ambil dari pembicaraan sub bab yakni: "Melaksanakan Analisis Instruksional". 'I'ugas pokok (major tasks) dalam melaksanakan analisis instruk­sional adalah sebagai berikut:
Melaksanakan Analisis Instruksional.
Tugas Pokok:
1.1.Identifikasi tugas-tugas pokok dan hubungannya dengan sub-sub tugas;
1.2.Mengurutkan tugas-tugas tersebut sesuai dengan urutan manakala tugas tersebut dilaksanakan;
1.3.Identifikasi tingkah laku (behavior) yang diperlukan untuk melaksanakan tiap tugas;
1.4.Memperkirakan waktu yang diperlukan untuk mempelajari setiap tugas.
Contoh tersebut bisa juga diterapkan misalnya bagaimana kita menganalisis tugas seorang guru. Apa sajakah yang dilakukan oleh se­rang yang melaksanakan pekerjaannya sebagai guru ? Ber­dasarkan hasil analisis tersebut kita tentukan pelajaran-pelajaran yang harus kita berikan kepada calon guru.
Sudah barang tentu kita tidak mungkin mempunyai keahlian un­tuk menganalisis tugas semua bidang pekerjaan. Untuk mengatasi kesulitan ini kita bisa melakukan hal-hal sebagai berikut:
(1) Review/baca dokumen-dokumen aktual yang berhubungan dengan bidang yang hendak dianalisis, (2) Tanyakan kepada ahli bidang studi tersebut untuk mendapat in­formasi mengenai tugas-tugas yang harus dilaksanakan dalam melakukan pekerjaan, dan (3) Perhatikan (observasi) orang-orang yang bekerja sesuai dengan bidang yang hendak dianalisis. Dengan mencatat setiap langkah yang dikerjakan, kita akan memperoleh hasil analisis yang tepat.
b) Menyusun urutan Daftar Tugas Pokok dan Sub Tugas.
Setelah tugas pokok dan sub tugas ditentukan, langkah selanjut­nya ialah menyusun urutan tugas pokok dan sub tugas tersebut sesuai dengan kenyataan bila tugas dilaksanakan. Di sini perlu dijawab pertanyaan: apa yang pertama dikerjakan, kedua, ketiga,dan seterus­ sampai selesai.
Pentingnya daftar urutan ini ialah, bahwa semua tugas pokok sub tugas tak ada yang terlewatkan. Guru akan menggunakan daftar ini untuk menyusun materi pelajaran. Guru tak perlu mengajar­kan hal-hal yang tak tercantum di dalam daftar analisis instruksional.
Mager[5] menekankan pentingnya daftar urutan tugas tersebut dengan mengatakan, bahwa tiadanya daftar urutan tugas, akan membawa tiga hal yang negatif sebagai berikut: (1) Menghabiskan banyak waktu untuk mengajarkan suatu yang sukar diajarkan padahal tidak penting untuk diajarkan. (2) Melupakan mengajarkan sesuatu yang mudah untuk diajarkan pada hal sangat penting untuk dipelajari.
c) Identifikasi Tingkah laku (behavior) yang diperlakukan dalam melaksanakan setiap tugas.
Langkah selanjutnya ialah menganalisis tingkah laku (behavior) yang diperlukan oleh setiap tugas. Apakah pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk dapat melakukan setiap tugas? Hal-hal yang perlu dikerjakan di dalam langkah ini ialah: (1) Merumuskan tugas tersebut dalam bentuk tingkah laku yang tepat, dalam arti rumuskan dengan jelas, tepat dan spesifik, apakah yang harus diperbuat oleh siswa untuk dapat melaksanakan tugas tersebut, (2) Menentukan kriteria terpenuhinya pelaksanaan tugas tersebut, dan (3) Jenis atau aspek tingkah laku tersebut apakah termasuk pengetahuan, sikap atau keterampilan.
Ad (1) Perumusan tingkah laku
Adalah penting bagi guru untuk merumuskan dengan tepat tingkah laku atau tindakan yang harus dikerjakan oleh siswa untuk melaksanakan tugas tersebut. Untuk ini hendaknya digunakan kata-kta kerja (action verbs) yang jelas seperti: membaca, menuliskan, mengucapkan, mengurutkan, menyusun, membuat, menunjukkan dan sebagainya. Jangan digunakan kata-kata yang bukan “action-verbs” misalnya: menghayati, memahami, menikmati, mempercayai, dan sebagainya.
Kelompok kata kerja yang pertama memudahkan guru untuk menilai apakah tugas telah dilaksanakan, sedang kelompok kata kerja yang kedua, sukar untuk mengevaluasi apakah siswa telah melaksanakan tugas yang dimaksud.

Ad (2) Penentuan kriteria keberhasilan
Di samping diperlukan perumusan kata kerja yang jelas, kriteria atau ukuran seberapa jauh bahwa tugas telah dilaksanakan atau terpenuhi harus juga ditentukan. Apakah siswa harus dapat melaksanakan semua tugas? Hal ini berarti digunakan kriteria 100%. Kriteria 100% biasanya sulit terenuhi. Karena itu kriteria 90% kiranya lebih lazim dan memungkinkan untuk dapat dicapai. Di samping prosentase, kadang berapa lama tugas harus diselesaikan dicantumkan juga sebagai ukuran (kriteria) terpenuhinya tugas. Merger[; memasukkan sebagai hal-hal yang lazim dipakai dasar menentukan terpenuhinya tugas:
(a) Ketepatan
(b) Waktu
(c) Jumlah kata-kata
(d) Ketepatan bahasa yang dipakai
(e) Prosentase minimum jawaban yang benar
(f) Hukuman/denda untuk pilihan jawaban yang salah
(g) Urut-urutan (order of sequence)
Ad (3) Jenis atau aspek tingkah laku.
Pada dasarnya aspek tingkah laku di dalam proses belajar mengajar bisa dibedakan menjadi tiga kategori: pengetahuan (cognitive), gerak (psychomotor), dan perasaan (affective).
(a) Aspek pengetahuan (cognitive)
Aspek ini paling banyak mendapatkan perhatian dari para guru/pendidik. Termasuk dalam aspek ini ialah semua tingkah laku yang menggunakan kemampuan intelektual siswa. Ada susunan hierarki tertentu untuk aspek “cognitive” ini. Menurut Esseff; susunan itu adalah sebagai berikut: (1) Menghafal (Recall). Contoh: Siswa dapat menyebutkan tanggal dan tahun Proklamasi Kemerdekaan negara RI, (2) Pengenalan (Recognition). Contoh: Siswa dapat mengidentifikasi nama-nama lukisan Afandi yang telah pernah dikenalnya, (3) Membedakan (Discrimination). Contoh: Siswa dapat mengidentifikasi dari sejumlah lukisan yang sebelumnya ia belum kenal, mana yang buah karya Amri Yahya., (4) Pembentukan konsep (Concept formation). Contoh: Siswa dapat mengelompokkan 30 macam lukisan menjadi dua kelompok, yakni lukisan yang termasuk naturalisme dan ekspresionisme, (5) Pemecahan masalah (problem soving). Contoh Siswa dapat mencari pasal-pasal dalam KUHP yang dilanggar bila kepadanya ditunjukkan kasus-kasus kejahatan/pelanggaran.
Di dalam praktek, biasanya aspek pengenalan tingkat yang lebih rendah seperti hafalan dan ingatan saja yang banyak dikerjakan. Hal ini disebabkan oleh mudahnya tingkah laku pada tingkat tersebut un­tuk diajarkan dan dievaluasi. Seharusnya pengajaran menjangkau juga tingkat pengenalan yang lebih tinggi seperti pembentukan konsep dan pemecahan masalah.
(b) Aspek gerak (psychomotor skill)
Aspek gerak meliputi semua tingkah laku yang menggunakan syaraf dan otot badan. Aspek ini sering kurang mendapatkan perhati­an kecuali untuk bidang seni lukis, musik, dan pendidikan jasmani. Ketrampilan gerak adalah salah satu sarana atau saluran yang dengannya siswa menerima dan menyampaikan informasi (berkomu­nikasi), maka adalah penting bahwa guru memperhatikan aspek ini di dalam analisis instruksional.
Penting juga bagi guru untuk menyusun tes untuk mengukur keberhasilan aspek gerak. Misalnya, dalam pelajaran bahasa yang banyak memanfaatkan aspek ucapan dan pendengaran, maka perlu disusun tes yang berkenaan dengan ucapan dan pendengaran pula. Termasuk di dalam aspek gerak, menurut Esseff, adalah: pendengaran (auditory), penglihatan (visual), ucapan (verbal), mengubah (manipulate), menulis,dan meraba.
(c) Aspek perasaan (affective behavior)
Aspek ini meliputi perasaan, nilai, sikap, dan sebagainya. Aspek ini sangat sedikit mendapatkan perhatian disebabkan oleh sukarnya merumuskan dan mengevaluasi aspek ini. Sebenarnya aspek perasaan dapat mempengaruhi aspek tingkah laku yang berkenaan dengan pengenalan dan gerak. Mengingat eratnya hubungan antara ketiga aspek tersebut, maka para guru perlu memperhatikan aspek perasaan tersebut.
Apa yang perlu diperhatikan di dalam membicarakan ketiga aspek tingkah laku tersebut ialah: (1) Ada hierarkhi tertentu di dalam aspek pengenalan, (2) Tak ada hierarkhi tertentu pada aspek gerak dan perasaan, (3) Kesemua aspek tersebut satu sama lain erat hubungannya. Ketiga aspek tersebut perlu diperhatikan di dalam melaksanakan analisis instruksional.
(d) Memperkirakan Waktu Untuk Mempelajari
Langkah terakhir di dalam analisis instruksional ialah memperkirak­an beberapa lama waktu yang diperlukan untuk mempelajari masing-masing tugas. Perkiraan waktu ini sangat membantu guru untuk menentukan berapa lama waktu yang diperlukan untuk mempelajari tugas. Pada tahap mula, perkiraan waktu didasarkan atas pengalaman guru. Yang perlu diperhatikan, ialah bahwa perkiraan waktu yang dimak­sud adalah waktu yang dipakai untuk mempelajari, bukan waktu diperlukan untuk melaksanakan tugas. Perkiraan waktu secara bertahap akan diperoleh ketepatannya melalui penyusunan disain instruksional, pengembangan dan uji coba materi (paket) pengajaran.
b. Pendekatan Prosedural dan Hierarkhi di dalam Analisa Instruksional.
Dick & Carey[9] membedakan dua pendekatan pokok dalam analisis instruksional di samping pendekatan yang ketiga gabungan antara dua yang pertama.
1) Pendekatan Prosedural
Pendekatan prosedural (procedural approach) dipakai bila tingkah laku yang diajarkan pada pokoknya merupakan serangkaian laku yang dilaksanakan secara berurutan (in sequence) untuk mencapai tujuan instruksional umum. Contoh sederhana ialah bila kita hendak mengajarkan siswa men­elepon. Beberapa hal dapat dicatat dari contoh tersebut: (a) Siswa harus melaksanakan kegiatan secara berurutan, (b) Masing-masing kegiatan bisa diajarkan secara terpisah (indepen­ dent), dan (c) Output (hasil) dari setiap langkah merupakan input untuk langkah berikutnya.
2) Pendekatan secara hierarkhial.
Pendekatan secara hierarkhial dipakai untuk mengidentifikasi "subordinate skills" atau ketrampilan-ketrampilan yang mendanului atau membawahi (sub skills) yang harus dimiliki sebelum dapat men­capai tujuan instruksional. Bagaimana cara mengidentifikasi sub ketrampilan yang harus dipelajari agar siswa dapat mencapai tujuan yang lebih tinggi? Untuk menjawab pertanyaan ini Gagne (1978, p.28) memberikan pegarahan dengan cara mengajukan pertanyaan "Apakah yang harus sudah dikuasai oleh siswa, agar dengan pengajaran yang sedi­kit-dikitnya tugas tersebut akan dapat diketahlii sub ketrampilan yang diperlukan sebelum siswa dapat menyelesaikan tugas terakhir?” Selanjutnya dapat pula dilanjutkan pertanyaan setelah sub ketram­pilan ditemukan "Apakah hal-hal yang harus sudah diketahui siswa, tanpa pengetahuan tersebut adalah tidak mungkin siswa dapat mempel­ajari tugas yang diberikan ?"

[

1 komentar:

paddeynaito mengatakan...

Caesars Sportsbook in Maryland is now - DrmCad
Caesars 용인 출장마사지 Sportsbook will soon open in the 김포 출장샵 state's Horseshoe Casino, Harrah's 정읍 출장샵 Baltimore and the Caesars Sportsbook in Ridgefield and 경주 출장안마 Baltimore 하남 출장마사지 Heights.